Dalam beberapa dekade terakhir, isu kesehatan mental mulai mendapat perhatian. Namun, di banyak negara, krisis ini masih sering diabaikan. Padahal, gangguan mental kini menjadi salah satu penyebab utama menurunnya produktivitas dan meningkatnya angka bunuh diri di dunia.
Pandemi Covid-19 memperburuk situasi. Isolasi sosial, tekanan ekonomi, dan ketidakpastian masa depan membuat kasus depresi dan kecemasan melonjak tajam.
Di negara maju, layanan kesehatan mental tersedia, tetapi sering kali mahal. Sementara di negara berkembang, stigma membuat banyak orang enggan mencari pertolongan.
WHO memperkirakan bahwa satu dari delapan orang di dunia mengalami masalah kesehatan mental. Namun, kurang dari setengahnya yang mendapatkan perawatan memadai.
Masalah ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada perekonomian. Produktivitas menurun, biaya perawatan meningkat, dan keluarga ikut terbebani.
Teknologi menjadi salah satu solusi. Aplikasi konseling online dan terapi berbasis AI mulai berkembang, memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat.
Namun, teknologi tidak bisa menggantikan kebutuhan akan tenaga profesional manusia. Keterampilan empati dan pemahaman mendalam tetap menjadi kunci.
Kesimpulannya, kesehatan mental adalah krisis global yang harus segera ditangani. Tanpa perhatian serius, dunia akan menghadapi generasi yang kehilangan potensi akibat beban mental yang tidak tertangani.